“Ini tugas mulia, Fah. Alloh telah memberimu kesempatan untuk berjihad di jalanNya. Saudara-saudara kita di sana membutuhkan pertolonganmu, nak.” Seperti yang lainnya, ibuku pun mendukkung bila aku ditugaskan ke Irak.
Sebenarnya, menjadi dokter adalah kehendakku sendiri. Selama ini aku sudah sering di pindah tugaskan. Mulai dari kota besar sampai di desa terpencil pun sudah pernah aku singgahi. Tapi, kalau ditugaskan ke luar negeri, apalagi negeri yang sedang menghadapi perang?! Ah, aku rasanya tidak yakin.
Beberapa hari yang lalu, aku dipanggil pihak rumah sakit. Dengan agak tergesa, aku meraih gagang pintu ruangan pimpinanku. Tapi belum sempat aku membukanya ….. “Tidak ! saya tidak mau ! saya tidak mau mati sia-sia di sana. Kirimkan saja yang lain!” Deg! Kirim?! Mati?! Mendadak aku teringat kejadian beberapa tahun yang lalu. Aku pun berkata seperti itu, ketika tim medis Mer-C mengajakku ke Ambon. Mungkinkah aku akan di ……..
Kreek !! tiba-tiba pintu terbuka. Tampak dr. Kania keluar dengan raut penuh kekesalan,”Dulu Ambon, Poso, Sampit, Afghanistan, sekarang Irak. Huh! Benar-benar menyusahkan !” omel wanita cantik itu.
Dadaku sesak mendegar kata-katanya. Begitu sulit saat ini mencari dokter yang benar-benar ikhlas memberi jasanya hanya karena Alloh, ups …….. mengapa aku jadi bersu’udzon kepadanya.
“Silahkan masuk dr. Afifah!” ucap suara dari dalam ruang. Lamunanku buyar. “Eh ya…terima kasih …” aku mencoba tenang. Setelah aku duduk dihadapan pak Taufik, pimpinanku, kulihat ada rasa kecewa di raut wajahnya. Aku jadi tak enak hati, tapi ku paksakan juga untuk berbicara,”Ehm…maaf pak…apa ada yang bisa saya bantu sehingga saya di panggil ke sini?” ucapku gundah. Ia menarik napas sejenak.
“Sebenarnya kecil kemungkinan anda bersedia menerima tugas ini, tapi mudah-mudahan perkiraan saya salah,” ucapnya pelan
“Apa itu pak ?” kejarku tak sabar
Lama ia terdiam.
Sepertinya dugaanku benar, aku akan di ……….
“dr. Afifah, tim Mer-C, mengharapkan anda mau bergabung dengan mereka dalam misi kemannusiaan ke Irak .”
Deg! Jantungku berdegub kencang.
Apakah aku harus menolaknya lagi ? seperti misi ke Ambon dulu ? Aku ragu. Sungguh ! Aku bukannya tak punya rasa ukhuwah sesame muslim, tapi, ya itu tadi, sepertinya aku dijangkiti penyakit takut mati. Apalagi aku sering menonton peristiwa-peristiwa heroic yang terjadi di sana. Ada yang kepalanya terbelah, ada seorang anak berusia dua belas tahun tidak mempunyai kedua tangan lagi, ada ibu hamil yang …. Ahh.. semua itu membuat nyaliku semakin ciut.
Lama aku berfikir. Akhirnya aku pamit pulang dengan alas an aku inginn membicarakannya dulu dengan keluargaku.
***
Di rumah, tubuhku makin lemas. Bagaimana tidak ?! seluruh keluargaku mendukung tugas itu !
Ah ! mereka tidak tahu betapa takutnya kau. Ya Alloh, bantu hambaMu ini ! Tumbuhkan jiwa jihad dalam hatiku.
Aku merasa lelah. Lelah pikiran. Tak terbayang apa yang akan terjadi. Mengapa aku harus takut pada hal-hal yang belum tentu terjadi. Pikiranku menerawang ……
Tiba-tiba saja, aku sudah berada di sebuah kota !
Di mana aku ini ? Aku mencari-cari petunjuk agar aku bisa memastikan di mana aku sekarang. Di sekelilingku hanyalah bangunan dan rumah-rumah yang hancur. Darah berceceran di mana-mana. Jalanan rusak. Mayat-mayat bergelimpangan. Sangat mengerikan. Tiba-tiba mata ku tertuju pada sebuah patung. Saddam Husein ?! dan di atasnya tertulis “Baghdad City”.
Masya Alloh, ini Irak !! Bagaimana mungkin ? Bagaimana aku bisa ada di sini ? Dengan siapa aku ke sini ? Berbagai pertanyaan timbul dalam benakku. Belum sempat itu semua terjawab, tiba-tiba dari arah depanku, tampak orang-orang berjubah, anak-anak kecil dan wanita berlari-larian, suasana tiba-tiba menjadi kacau. Terdengar bunyi dentuman – dentuman bom di sana sini. Suara-suara tembakan bergema dari segala penjuru.
Duarrr ……..!!!!
Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat . Tubuh-tubuh yang berlarian itu terpental dan memuncratkan rona merah darah. Di segala penjuru terdengar pekik-pekik yang menggetarkan persendianku.
Allohu Akbar !! Allohu Akbar !! Alloh…! Abi ….! Umi …!!
Ya Alloh, mereka saudaraku.
Kulihat di langit-langit banyak pesawat-pesawat tempur melemparkan sesuatu yang jatuh dan meledak bak kembang api raksasa. Aku tak bisa bergerak. Detak jantungku seolah turun ke kaki. Berat sekali.
Masya Alloh! Mobil-mobil trailer itu semakin mendekatiku. Ah! Aku tidak bisa lari. Bagaimana ini ?!!! pikiranku kacau.
Tiba-tiba seorang muslimah bercadar, menarik lenganku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku terus mengikutinya. Lari dan terus berlari. Lalu kami bersembunyi di balik reruntuhan sebuah gedung. Mataku tak bisa berkedip dengan jemari kaku. Aku …. Aku….. Bukk!! Apa iini ??
“Aaaaaa……!!” aku terpekik. Kakiku tersandung mayat seorang bayi.
Ya Alloh !! Aku tak sanggup melihatnya. Kepala …. Kepalanya ….!!
Benar-benar biadab orang yang melakukan ini !! jeritku dalam hati
Ku lihat wanita yang bersamaku ingin mengangkat mayat bayi itu. Tapi, belum sempat tangannya menyentuh tubuh mungil itu, berondongan peluru menyerang kami.
Dor! Dor!Dor!!!
Secepat kilat kami langsung menghindar dan berlari tak tentu arah, mencari tempat yang aman. Namun, masih adakah tempat yang aman di sini ?
“Tidak apa-apa ukhti. Alloh yang akan melindungi kita,” wanita itu seolah membaca pikiran ku.
Sambil membuka cadarnya, “Assalamu’alaikum! Namaku Maryam! Ukhti tidak apa-apa kan ? Ukhti jangan takut, kita akan berjuang bersama. Lihatlah betapa sayangnya Alloh pada kita, hingga disediakannya ladang berkah di sini. Percayalah. Serahkan semua pada yang Maha Tahu segalanya.”ujarnya bersemangat.
Tampak ketenangan terpancar dari wajahnya. Aku benar-benar terkesima, tidak ada ketakutan dalam dirinya. Betapa indah cinta wanita ini pada Robbnya. Tiba-tiba dalam diriku mengalir semangat. Entah mengapa.
“Menyerahlah honey ! Ha..ha…,”
Tiba-tiba di belakang kami sudah berdiri sekitar sepuluh orang tentara Amerika.
Innalillaahi …..!! A…me..ri…ka…!!
“Demi Alloh. Kami tak akan menyerah!” bentak Maryam.
Plakk!!!
Seorang tentara yang berbadan kekar menampar dan berusaha menarik jilbab Maryam.
“Alloh!!!” Maryam menghindar. Tentara yang lain melihat ini dengan tertawa-tawa menjijikkan.
Darahku mendidih.
“Jangan sentuh dia!!! Dasar prajurit pengecut!!” entah dari mana keberanian ini muncul.
Mereka menodongkan pistol ke kepalaku. Namun aku tidak takut sedikit pun.
Bremmm !!
Sebuah mobil jip menghampiri. Tubuh Maryam didorong masuk ke dalam.
“’Ayo cepat naik!! Kau akan kami bawa ke surga ha…ha..ha.. Bukankah kau ingin ke surga?kau tidak perlu lagi melakukan bom bunuh diri segala untuk menuju ke sana. Sebentar lagi kami yang akan mengantarkanmu menuju surge yang sesungguhnya!!”
Puh!!! Aku muak mendengarnya, mereka selalu menyebut bom syahid dengan bom bunuh diri.
“Hei! Bawa wanita satu ini ke camp 2 ,” seru seorang lelaki berjaket hitam sambil menunjuk pada ku.
“Ia akan menambah jumlah para demonstran yang akan kita persiapkan. Sebentar lagi dunia akan terkejut. Dunia akan melihat bagaimana orang-orang Islam saling membunuh. Ha…ha…ha…!!”
Hah! Apa maksudnya ?? Demonstran ?
Tak lama kemudian, mobil yang terdapat tulisan United States itupun melaju, membawa serta sekian puluh orang termasuk Maryam.
“Maryam!! “ Aku berusaha mengejar, namun aku langsung disergap,”Hei, jangan bawa dia pengecut!!!”
Aku terus berteriak. Airmataku menderas. Namun, ku lihat Maryam mengangkat telunjuknya sambil tersenyum.
Satu ? Apa maksudnya ? Tapi..tapi senyum itu membuatku tegar.
“Heh! Ayo jalan!” Seorangg pria lalu menutup mataku dengan kain dan mendorongku masuk ke mobil jip yang lain. Sebelum mataku ditutup, aku sempat melihat ada beberapa orangberjubah di dalam jip itu dan mata mereka pun ditutup.
Tak lama kemudian, jip berhenti.
“Ayo turun!!”
Tutup mataku dibuka. Tempat apa ini ? Ku lihat banyak tentara AS berjaga di sana.
“Jangan melamun!!” tubuhku didorong keras. Makin masuk ke dalam, ruangan ini semakin gelap. Lalu aku tiba di sebuah ruangan. Banyak sekali orang di sini. Tapi mereka tak berseragam tentara, wanita juga ada. Tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku …
“Kalian harus melaksanakan ini dengan baik. Bila nanti kami berhasil masuk ke pusat Baghdad, kalian akan kami keluarkan dan lakukanlah demo itu. Kalian harus tunjukkan pada dunia, bahwa kalian membelot dari pemerintahan kalian sendiri. Jangan coba-coba melarikan diri! Satu kesalahan…satu rudal yang akan kami hadiahkan untuk kalian. Paham ??!”
Dengan lemah beberapa orang berusaha menganggukkan kepala.
“Hei! Pemalas!Bangun!”
Ku lihat seorang lelaki gemuk berseragam loreng menendang seorang kakek tua di sudut ruangan. Ku rasa kakek itu pingsan, karena ia tak bereaksi sedikit pun. Atau dia ….
Ya Alloh, aku tidak tahan melihat semua ini. Ini tak bisa dibiarkan.
“Jangan dengarkan dia ! Dia mencoba memecah belah umat Islam. Takutlah pada Alloh, saudaraku. Ini negeri kita. Kita harus mempertahankannya.” Aku berdiri tak peduli moncong-moncong senjata sudah siap menguliti setiap senti tubuhku.
Hening. Tak ada reaksi. Hei, mengapa mereka ini ? Mengapa mereka diam ?
“Ha…ha…ha…mereka tak akan mendengarkanmu, wanita tolol! Hidup mereka sekarang tergantung pada kami. Lagi pula apa yang bisa diandalkan umat Islam ?Bom bunuh diri itu ? Apalagi dunia sudah mencap bahwa orang Islam itu teroris ! Tak ada yang akan mendukung kalian. “ Lelaki gendut itu mendekati ku. Tangan ku bergetar.
“Kalian boleh bilang begitu. Tapi ingat ! Walaupun umat Islam hanya tinggal satu orang lagi….Alloh akan terus mengiringinya. Allohlah pendukung kami !!!”
Puih !! Ku ludahi muka lelaki itu.
Plak !! plak !! Dua tamparan mendarat di pipiku.
“Kurung dia !!’
Seorang tentara segera menyeretku. Tapi aku terus berontak.
“Dengarkan aku saudaraku ! Syahid lebih indah dari segalanya ! Perjuangan kita masih panjang. Lawanlah mereka saudaraku ! Lawan …!! Aku berteriak.
Bukk ! Sebuah tendangan menghantam pinggangku. Perih. Tapi, aku tidak peduli. Aku terus berkoar-koar. Aku tak tahu apakah suaraku masih didengar. Aku hanya ingin mereka sadar.
Prang !! Tubuhku dilempar ke dalam sel yang sempit dan pengap. Aku menangis. Tapi aku menangis karena tidak percaya. Bagaimana mungkin umat Islam bermental seperti ini ? Dimana semangat juang mereka ? Padahal ini adalah kebenaran !
Aku sholat. Ku lamakan sujud ku. Airmata ku suudah bercampur dengan darah. Ketika aku membaca tasyahud akhir, telunjukku mengiringi kalimat ini. Tiba-tiba aku teringat Maryam. Bukankah tadi Maryam mengangkat telunjuknya seperti ini ? Ah, aku mengerti sekarang. Ya ! Satu ! Hanya Alloh ! Isakan ku makin menjadi.
“Heh! Apa yang kamu lakukan ?! sebuah tendangan mengenai lagi punggungku.
“Heh ! Hentikan !!”
Aku tak bergeming.
Tentara itu makin kesal. Di tendangnya akuu sekali lagi dan dorr ….. dor ……!!
Tiba-tiba tubuhku terasa ringan. Aku terbang tinggi sekali ……
Brukk !!
Astaghfirullahal’adzim….!! Aku bemimpi.
Tiba-tiba ibuku masuk,”Ada apa Fah ? Kamu tadi teriak-teriak. Sampai jatuh lagi.”
Aku hanya tersenyum.
Ah ibu andai kau tahu.
Tapi….kukucek-kucek mataku. Ha ! Pukul 16 ?! aku belum sholat ashar !!!
Aku segera berlari ke kamar mandi, tapi langkahku berhenti ketika ….
“Pemirsa, sekitar pukul tiga dini hari waktu Baghdad, terjadi ledakan hebat di salah satu camp AS. Peristiwa ini menewaskan dua puluh orang tentara dan melukai sekitar empat puluh tentara lainnya. Di duga kuat ledakan ini berasal dari bom bunuh diri seorang wanita bercadar yang sejam sebelumnya pura-pura numpang berteduh. Sepuluh menit sebelum ledakan, ia telah menghilang entah kemana…..bla…..bla….bla….”
Maryam ? kaukah itu ?
Tunggu aku saudaraku !!
Baturaja, 2004
Selasa, 30 Maret 2010
Syahadat
Diposting oleh FAKINANTI di 00.08.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar